Yasunari Kawabata, Penulis yang Memahami Esensi Kesederhanaan dalam Tiap Tulisannya

Yasunari Kawabata
Yasunari Kawabata, Sastrawan Jepang Peraih Nobel (Sumber: Instagram @yasunari.kawabata)


Yasunari Kawabata, lahir dalam keluarga kaya di Osaka pada tahun 1899, tetapi menghadapi tragedi pada masa kecilnya.

Pada usia empat tahun, Yasunari Kawabata menjadi yatim piatu dan diasuh oleh kakek neneknya, yang sayangnya meninggal ketika Kawabata mencapai usia lima belas tahun.

Meskipun menghadapi kesedihan di masa muda, Yanusari Kawabata mampu mengatasi rintangan tersebut dan menjadi penulis terkemuka di Jepang.

Pengakuan datang begitu cepat dalam karir menulisnya, terutama setelah ia lulus dari universitas dan menerbitkan beberapa cerita pendek, termasuk "The Dancing Girl of Izu."

Prestasinya semakin berkembang ketika Kawabata mulai menerbitkan novel dan novella yang mendapat pujian luas.

Salah satunya, "The Master of Go," awalnya muncul secara berseri di surat kabar nasional.

Selain menulis, Kawabata juga mendirikan jurnal sastra Bungei Jidai (The Artistic Age) bersama penulis muda Jepang lainnya, termasuk Riichi Yokomitsu, seorang novelis modernis.

Filosofi jurnal ini, yang disebut 'Shinkankukuha,' bertujuan untuk mengeksplorasi dan menyampaikan sensasi dan persepsi baru sebagai tanggapan terhadap pendekatan tradisional terhadap sastra Jepang dan juga sastra proletar yang muncul seiring dengan perkembangan aliran sosialis dan komunis.

Puncak karirnya datang pada tahun 1968 ketika Kawabata dinobatkan sebagai pemenang Hadiah Nobel Sastra, menjadikannya penulis Jepang pertama yang meraih penghargaan prestisius tersebut.

Sayangnya, kisah hidupnya juga diwarnai oleh spekulasi mengenai kematian tragisnya pada tanggal 16 April 1972.

Hingga hari ini, masih ada pertanyaan apakah Kawabata mengakhiri hidupnya sendiri.

Gaya penulisan Kawabata mencirikan keanggunan dan kelembutan yang tetap terasa walaupun ia menghadapi tema-tema gelap seperti bunuh diri, perselingkuhan, dan pengabaian.

Novel-novelnya menunjukkan efisiensi yang terasah; banyak dari karyanya dapat dengan mudah dibaca dalam satu waktu yang relatif singkat, dan bahkan karyanya yang lebih panjang tetap ditulis dengan gaya prosa yang bersih dan ringkas, memungkinkan pembaca untuk meluncur melalui halaman-halamannya.

Singkatnya, tulisan-tulisan Kawabata bukanlah karena kurangnya kedalaman atau konten, melainkan merupakan bukti dari ketidaksukaannya terhadap kelebihan dan keseimbangan artistik dari beberapa elemen yang dipilih dengan cermat.

Hal ini menciptakan karya yang jelas dan khas Jepang dalam karakter, mencerminkan kebijaksanaan dan kepekaan penulis Yasunari Kawabata yang memahami esensi keindahan sederhana.***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pulang

Guruminda dan Purbasari

Pulitzer Awards 2023, Siapa Saja Pemenangnya?