Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Raya dan Tiga Anak Tuyul

Gambar
            Perihal Raya hidup sendirian di tengah hutan belantara, dengan pohon-pohon raksasa berumur ratusan tahun yang menjulang tinggi, itu memang benar. Perihal Raya ‘dibuang’ oleh orangtuanya ke dalam hutan dengan banyak hewan buas di dalamnya, itu juga benar. Yang salah adalah rumor yang beredar hingga membuat Raya terusir dari buaian orang tuanya, bahwa Raya adalah anak siluman. Kedua orangtuanya tentu saja menyangkalnya dengan tegas.             Kang Saleh yang tentu saja saleh seperti namanya itu, tak mungkin seorang siluman. Mana ada siluman yang salat dan mengaji? Bahkan, siluman dari negeri siluman sebelah mana yang bisa berkhutbah dan memiliki banyak jamaah? Itu tidak benar, sangkal Kang Saleh sendiri. Ia berani bersumpah, bahkan dengan menyebut nama Allah dan meletakkan Al-Quran di atas kepalanya pun ia tak akan pernah mau mengakuinya kalau dirinya adalah siluman atau bersekutu dengan siluman.             “Saya manusia biasa. Tentu saja. Saya bukan silu

Gadis Penunggu Hujan

GADIS PENUNGGU HUJAN             Aku berada di sebuah padang ilalang luas dengan batu-batu granit terpahat di atas bukit-bukitnya. Aku tidak sedang menunggu hujan seperti yang biasa aku lakukan selagi masih kecil, walau sekarang pun masih belum dikatakan dewasa. Aku sedang berusaha menenangkan pikiran di tempat ini. Sesuatu yang buruk baru saja terjadi dan aku ingin mengalihkan rasa tidak nyaman itu segera: bapakku mau menikah lagi di usianya yang menyentuh angka tujuh puluh lima tahun. Ini sangat memalukan. Teman-teman sebayaku terus mengejekku dan mengatai bahwa bapakku itu sangat keterlaluan. “Tua-tua keladi.” Itu kata mereka. Terus terang saja, aku malu. Di usiaku yang baru beranjak sembilan tahun ini, kenyataan seperti ini membuatku sedikit minder, dan membuatku banyak mengurung diri. Aku tidak ingin menghadiri acara pernikahannya. Untuk apa coba? Aku benar-benar tidak merestuinya. Aku pikir Bapak sudah tidak sayang lagi kepada almarhumah ibuku, makanya memutuskan unt

Memulai

Kau tak musti mencela. Tentu saja. Retak angin gemeretak pada musim-musim setelah gugur raib kautinggalkan. Bunga lili jatuh-bangun menegakkan keinginan. Bahkan kau tak ingat terakhir kali menanamnya; tunas air mata dan ketakutan yang memupuk tanah tumbuhnya mekar terlampau memar. Aku selalu lupa menyiraminya dengan air bahagia. Aku atau kau yang kerap lupa? Kau bahagia. Kabar angin beringas mengabarkan pesan. Syukurlah! Aku kerap lara menimang-nimang kehendak: melupakan atau mengingat-ingat. Ah! Dedak kopi di pikiran mengendap begitu saja, sementara sepiring kenangan harus kulumat hingga tuntas. Betapa sakitnya merindu. Retih. Letih. Ringkih. Perih. Kau telah memulai. Aku sama saja. Terjebak dalam kesendirian tarian sunyi. Dari arah sebelah mana aku harus memulai: Barat-Timur, Utara-Selatan? Atau tidak dari mana pun : dari hati yang resah, berdarah, lantas musnah Punah. Cibatu - Garut, 16 Desember 2016, 19: 17

Kisah yang Menunggu untuk Segera Diakhiri

Membaca tubuhmu, adalah menderas segala kisah kehidupan yang dibukukan waktu di matamu, dituliskan masa di dadamu. Aku melafal segala kemungkinan yang sudah lama jatuh dalam paragraf-paragraf usang bahasa riwayat. Serupa prolog yang membuka percakapan tentang pertemuan, seperti itulah cerita mengalir dalam bahasanya sendiri. Tidak perlu jeda, tidak perlu tanda baca. Kisahmu masih sama saja. Memburam dan hampir saja pudar, seumpama epilog yang menggantung dan tidak mengakhiri cerita apa pun (aku hanya figuran konyol yang lewat begitu saja tanpa sedikit pun berkuasa atas dialog yang seharusnya tertuju padamu: sang tokoh utama). Kisah yang menunggu untuk segera diakhiri. Lewat segala ending yang mau tidak mau harus ditulistuntaskan. Buni Nagara - Tasik Malaya, 13 Januari 2017

Sulaiman dan Sebuah Perumpamaan

Sebagaimana burung terbang membentangkan sayap-sayap, sebagaimana itu pula Sulaiman mengekalkan riwayat pada kisah-kisah sebelum kamu. Tentang penciptaan negeri Salva dalam kepak sayap burung Hud-hud. Kau tak mengira, hidup adalah perihal perumpamaan: burung yang terbang tinggi, menukik jatuh terempas, melayang menantang laju angin, lantas mati dipusarakan sejarah. Bukankah riwayat hidupmu akan seperti demikian (adanya)? Sulaiman yang gagah sekalipun mati dalam dekap tak berdaya rayap-rayap. Sebagaimana Sulaiman. Sebagaimana pula percakapan burung Hud-hud yang kisahnya dilontarkan masa lalu, perihal Balqis dan segenap keagungan yang terlampau diagung-agungkan. Hidup bukan hanya perihal terbang tinggi (tapi, terbang dan jatuh). Bukankah kisah Balqis dikalamkan ayat-ayat dalam kejatuhan setelah terbang? Betapa manusia kerap merindu terbang sementara sayap-sayapnya terkadang kebas dan patah. Mereka mengira kejatuhan tidak lebih menyakitkan dari kisah Putri Balqis. Ja