LELAKI TUA DAN SPBU

Suatu saat aku tertegun,wajah ringkih memeluk pagi dengan sengaja,
ya...sosok renta dengan beban dipinggang
cemas dan harap yang dijalin pada cangkul yang telah kering,kemarau telah menjilati kesendirian pematang akan sawah.

apa yang terjadi,hingga rentanya menapaki sekat demi sekat beranda spbu
ingin kutanyakan,namun belum saatnya;sebab mega tiba-tiba datang memburu penantiannya,
penantian akan bulatan penuh pengganjal perut tuanya.

Tiba-tiba sang borjuis datang dengan mobil benderang,mata sang renta mengilau memapah gerimis,
apa yang difikir,mungkin kecewa atau hasrat yang menggunung,mungkin pula rasa iri
hingga jakun sang proletar mendaki dan menurun;mungkin rasa laparnya diseret burger yang meletup dashboard sang kaya.

Jam berapa sekarang?
tanyanya pada asap hitam yang menemaninya,sambil memegang perut kurusnya;mungkin lapar telah memanjakannya dan teriakkan dahaga seakan menari bersama dentuman knalpot motor bodong.
sudah semenjak kemarau yang datang tergesa,tangan legamnya berhenti mendekap sawah,dan semenjak itu jua spbu menjadi ladang,persemaian akan inginnya,harapan anaknya bahkan mimpi istrinya.

Lelaki tua meracu,cangkulnya yang tak pernah letih berayun lama terdiam,mungkin tergolek,
sangt raktor telah mengebiri mimpi sang cangkul,pun sang majikan.
modernisasi membunuh semuannya;tak banyak yang ia inginkan selain perut yang sesak
dan teh pahit di ujung senja.Namun semua hanyalah angan antara angan,spbu telah menjelma membakar sawah yang dulu menanggung hidup,letih yang membayar akan panen,
kini sirna,seperti asap dan debu-debu trotoar.
lelaki tua hanya menunggu,kepastian yang kadang tak pasti.
tersenyumlah ,mungkin getir
atau tertawalah,mungkin sedikit menyapa rindu akan pipit,akan belalang sembah

Lelaki tua terpinggirkan,bersama jalanan yang berlari tak berarah
spbu hanya mematung,tak mampu berucap,pun berkata-kata........

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Guruminda dan Purbasari

Pulitzer Awards 2023, Siapa Saja Pemenangnya?

Pulang