Minggu, 30 Oktober 2016

21 Buku Terbaik Versi Saya Bagian Terakhir





03. Ayat-ayat Cinta – Habiburahman El Shirazy
Tahun terbit: 2004
Penerbit: Republika, Jakarta



Tadinya, saya sangat antusias memasukkan novel Ayat-ayat Cinta 2 masuk ke dalam list, namun, sesuatu hal mengurungkan niat tersebut. Saya tidak sedang menyebutkan bahwa Ayat-ayat Cinta mengalami penurunan kualitas disbanding Ayat-ayat Cinta yang pertama, tidak sama sekali. Dari segi apa pun, kedua seri novel ini jelas sangat luar biasa dan tidak perlu diperdebatkan. Hanya saja, saya harus memilih di antara kedua novel tersebut. Tidak ada larangan untuk memasukkan dua buku dari pengarang yang sama ke daftar saya. Akan tetapi, kecuali, Rectoverso dan Intelegensi Embun Pagi—Dee. Sepertinya saya harus mempertimbangkan untuk memilih salah satunya.

Kesuksesan Ayat-ayat Cinta pertama membuat saya mempunyai expectasi berlebih untuk serial kedua. Nyatanya, saya mengalami sebuah kekecewaan. Sekali lagi bukan berhubungan dengan kualitas. Ketika saya memulai membaca Ayat-ayat Cinta 2 yang menjelaskan bahwa tokoh Aisyah menghilang, saya selaku pembaca menduga aka nada sesuatu yang lebih yang akan menarik perhatian saya hingga mengakhiri halaman demi halaman cerita. Namun, ketika muncul tokoh pengemis berwajah rusak, saya seolah menebak bahwa tokoh itu adalah Aisyah. Dan pada kenyataannya memang benar.

Bila saja tebakanku tidak terbukti, saya akan dengan begitu antusias mengatakan bahwa buku kedua sangat memuaskan. Berhubung tebakanku terbukti bahwa pengemis bermuka rusak itu adalah Aisyah, kecewalah saya. Kenapa begitu? Setidaknya, bagi saya, ceritanya jadi tidak menarik sebab pembaca sudah bisa menebak.  Maka dari itu, Ayat-ayat Cinta 2 langsung saya ke sampingkan.

Ayat-ayat Cinta pantas menempatkan penulisnya sebagai penulis novel nomor satu negeri ini. Bagaimana tidak, permasalahan yang komplek perihal pandangan negatif dunia terhadap Muslim terjawab di sini. Ada beberapa bagian dalam novel ini yang bisa dengan tegas melantakkan pandangan miring orang-orang yang secara tegas ataupun tidak bahwa Muslim itu teroris.

Tokoh Fahri begitu hidup seolah benar-benar ada dalam kehidupan. Banyak tokoh lainnya yang bisa dikatakan sentral: ada Noura, Aisyah, hingga Maria. Banyak konflik yang secara tidak langsung menggambarkan kehidupan umat Islam yang tidak sejelek prasangka orang-orang yang membenci. Apik dan banyak pelajaran yang bisa diambil.

Setting Timur Tengah-nya membuat cerita di dalam buku ini benar-benar hidup. Begitu religious, menyentuh, dan bisa membuka mata dunia bahwa Islam itu agama damai.


02. Inteligensi Embun Pagi – Dewi Lestari
Tahun terbit: 2016
Penerbit: Bentang Pustaka, Yogyakarta



Setelah membaca buku pertama seri Supernova: Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh, jujur, saya sangat antusias untuk mengikuti seri-seri selanjutnya. Bukan tanpa alasan, bagi saya Supernova adalah sebuah kebaruan dalam ranah perbukuan di Indonesia, fiksi ilmiah tidak selalu harus ngjelimet. Dewi Lestari berhasil mengubah persepsi itu. Saya sendiri sangat menyukai setiap detail cerita yang dibangun. Banyak kata-kata yang sebenarnya tidak kufahami, entah kenapa, saya tetap saja menikmatinya tanpa harus mengerutkan dahi.

Bertahun-tahun saya memburu kelanjutan Supernova. Ibarat puzzle, pada akhirnya Inteligensi adalah keping terakhir yang membuat seri ini menjadi utuh. Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh, adalah awal. Akar, Petir, Partikel, juga Gelombang adalah kelanjutan cerita. Dan, Inteligensi Embun Pagi adalah klimaks puncak sekaligus penyempurna dari buku-buku sebelumnya dengan tokoh-tokoh pada kisah-kisah sebelumnya berkumpul.

Inteleginsi Embun Pagi menjadi seri penutup Supernova yang menutup  dengan begitu sempurna tanpa cela. Seri terakhir ini menjadi ajang pertemuan sekaligus reuni dari tokoh-tokoh yang terlibat di dalam kisah-kisah sebelumnya. Ada Elektra dari Petir, Gio, Body, Zarah dari Partikel, dan Alfa Sagala dari Gelombang. Untuk kemudian mereka dipersatukan dan terhubung di sini.

Karya yang sangat luar biasa. Hanya saja di akhir cerita saya sedikit kecewa, kenapa harus Alfa yang diceritakan harus terbunuh, bukan yang lain? Entahlah.



01.  Cantik Itu Luka – Eka Kurniawan
Tahun terbit: 2015
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, Jakarta



Membaca Cantik Itu Luka seolah membaca sesuatu yang berbeda. Berbeda dalam artian positif. Tidak banyak penulis yang berhasil mengangkat cerita berbalut cerita sastra yang semenarik ini. Kebanyakan bahasa sastra sanggup membuat pembacanya mengerutkan dahi begitu dalam, tidak mengerti. Di dalam cerita ini segala-galanya ada: surealisnya, sedikit horror dan mistis, romantika, hingga apa pun itu membuat cerita ini begitu luar bahasa.
Bukan hal yang biasa saja bila sebuah cerita diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa negara lain. Itu artinya kualitasnya berada pada level atas.
Cantik itu luka adalah sejarah juga filosofi yang keberadaannya bisa jadi khazanah yang mengagumkan bagi dunia perbukuan di Indonesia.
Mengutip beberapa endors yang ada di dalam buku ini, di antaranya:

-          Maman S. Mahayana: Mencermati isinya, kita seperti memasuki sebuah dunia yang di sana, segalanya ada.
-          Raudal Tanjung Banua: Membaca Novel Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan, kita akan bersua cinta membara di antara tokoh-tokohnya.
-          Alex Supartono: Perihal berbagai gaya dan bentuk yang diaduk jadi satu, Cantik Itu Luka memang sebuah penataan berbagai sastra yang pernah ada

Cerita di dalamnya begitu kompleks dan rumit, akan tetapi, jangan merasa terbebani bila membacanya, sebab, gaya penuturan yang menarik bisa dengan telak mengalahkan segala kerumitan tersebut. Buku ini sangat saya rekomendasikan untuk dibaca.


Pada akhirnya tulisan yang sangat sederhana ini harus saya akhiri. Saya selaku penulis meminta maaf atas segala keterbatasan bahasa yang saya miliki. Semoga apa yang saya tulis bisa bermanfaat bagi kalian yang membacanya. Semoga dan semoga. Akhir kata dari saya, teruslah menulis, apa pun itu. Terima kasih atas kesedian kalian membaca tulisan saya yang masih jauh dari kata berkualitas ini.

Cibatu, Oktober, 2016






Tidak ada komentar: