Rabu, 10 Agustus 2016

Boby di Dalam Kepalaku




Saya kira, yang bergerak-gerak dan sesekali mematuk-matuk isi kepala dan terkadang membuat saya menjerit tertahan karena kesakitan adalah sesuatu yang kecil, semacam binatang yang menjijikan; misalnya saja belatung atau seekor larva. Dan, saya kira pula bahwa sesuatu yang melata dan menjalar di dalam kepala saya adalah seekor binatang berkaki banyak, yang tentu saja ketika sesuatu itu bergerak, dengan segera aku merasakan sensasi kegelian. Ternyata, dugaan saya, salah. Semua itu keliru.

Pagi ini--seperti pagi-pagi sebelumnya, sesuatu itu kembali menyerang isi kepala. Sekali ini, serangannya adalah kombinasi keduanya: mematuk dan melata . Saya berteriak-teriak seolah orang gila di rumah sakit jiwa. Bagaimana tidak, aku merasakan sesuatu itu tanpa perikemanusiaan menyerangku dengan membabi buta ( apakah kalau babi buta menyerang bisa seagresif ini? Apa yang terjadi bila bukan babi yang buta, bisa gajah atau kuda nil atau banteng buta? Ah! Pikiranku mulai melantur begitu saja).

Saya menjerit-jerit, tubuh saya bergetar hebat, kejang-kejang sebagai reaksi dari menahan sakit dan geli. Bi Inah yang mengetahui keadaan saya, langsung bergerak cepat: meraba kening--mengira aku terserang demam dan sakit kepala--dan ikut menjerit latah.

"Bibi kenapa?" Walau sakit tidak tertahan, saya masih bisa bertanya kepada pembantu keluarga saya ini.
"Non, kenapa?" Bi Inah malah tanya balik.
"Ada kecebong di kepala saya, Bi."
"Kecebong?" Bi Inah bingung. Saya tersenyum di sela kesakitan.

Saya penasaran dengan serangan yang terjadi di dalam kepala saya ini. Untuk itu, setelah sakit kepala saya sedikit mereda, saya berinisiatif memeriksakan diri ke dokter. Hasinya, dokter malah kebingungan.
"Tidak ada apa-apa," ucap dokter.
"Tidak?"
"Ya."
"Lantas?"
"Lantas apa?" dokter bertanya dengan tatapan mata heran.
"Apa yang harus saya lakukan?"
"Tidak ada."
"Tidak ada?"

Dokter ini aneh. Masa sakit seperti ini tidak ada yang harus saya lakukan. Lantas Saya harus diobati apa agar sembuh?

"Itu Boby!" ucap perempuan berambut panjang berwajah sendu dengan pakaian panjang serba putih itu. Saya hanya bisa bengong.
"Boby?"

Perihal Boby. Yang saya ingat, Boby itu nama orang. Jujur, saya sudah lama tidak ingin mengingatnya. Boby, mantan kekasih brengsek saya yang ketahuan sedang selingkuh di Pantai Kuta enam bulan yang lalu. Dan, sya memergokinya. Bajingankan dia?

"Ya. Boby," lanjut perempuan itu lagi seraya memperlihatkan selembar foto--yang entah darimana diambilnya tiba-tiba sudah berada di tangan kanannya.

Ya itu Boby, mantanku. Lantas, kok, bisa berada di dalam kepalaku. Itu pertanyaannya.

"Boby kecewa. Perempuan yang dipacarinya ternyata tidak sebaik dirimu. Setelah tempo hari ketahuan selingkuh, Boby bersikukuh untuk tidak melanjutkannya. Akan tetapi, ia kebingungan akan apa yang dilakukan untuk bisa mendekatimu lagi. ia kehilangan cara untuk melakukannya. Ia hilang akal lantas jadi gila. Ia berlari ke hutan, dan setelahnya ia hilang di sana. Kamu tahu apa yang terjadi setelahnya? Boby mengubah dirinya menjadi nyamuk. Lantas mencarimu ke mana-mana. Akhirnya ia menemukanmu, menggigitmu, dan membiarkan bagian dari dirinya menjadi larva di dalam kepalamu."

Saya tersentak kaget. Benarkah?

Saya terbangun. Perempuan itu sudah tidak ada di tempatnya. Saya mengedarkan pandangan ke seluruh sudut ruang kamar. Perempuan itu tidak ada di mana-mana. Tiba-tiba sesuatu yang mendesak-desak di dalam lubang hidungku memompa syaraf otak untuk bersin. Saya menahannya, tapi tidak bisa.

Hatzieeeh!!!

Sesuatu terlontar dari hidungku. Sesuatu yang kecil tetapi berlendir. Saya perhatikan dengan saksama. Dan, ternyata itu adalah Boby, dalam skala sangat mini. Menggelungkan diri, kedinginan. Menatapku penuh haru.

"Boby?"



Cibatu, 10 Agustus 2016

Tidak ada komentar: