Suatu saat aku tertegun,wajah ringkih memeluk pagi dengan sengaja,
ya...sosok renta dengan beban dipinggang
cemas dan harap yang dijalin pada cangkul yang telah kering,kemarau telah menjilati kesendirian pematang akan sawah.
apa yang terjadi,hingga rentanya menapaki sekat demi sekat beranda spbu
ingin kutanyakan,namun belum saatnya;sebab mega tiba-tiba datang memburu penantiannya,
penantian akan bulatan penuh pengganjal perut tuanya.
Tiba-tiba sang borjuis datang dengan mobil benderang,mata sang renta mengilau memapah gerimis,
apa yang difikir,mungkin kecewa atau hasrat yang menggunung,mungkin pula rasa iri
hingga jakun sang proletar mendaki dan menurun;mungkin rasa laparnya diseret burger yang meletup dashboard sang kaya.
Jam berapa sekarang?
tanyanya pada asap hitam yang menemaninya,sambil memegang perut kurusnya;mungkin lapar telah memanjakannya dan teriakkan dahaga seakan menari bersama dentuman knalpot motor bodong.
sudah semenjak kemarau yang datang tergesa,tangan legamnya berhenti mendekap sawah,dan semenjak itu jua spbu menjadi ladang,persemaian akan inginnya,harapan anaknya bahkan mimpi istrinya.
Lelaki tua meracu,cangkulnya yang tak pernah letih berayun lama terdiam,mungkin tergolek,
sangt raktor telah mengebiri mimpi sang cangkul,pun sang majikan.
modernisasi membunuh semuannya;tak banyak yang ia inginkan selain perut yang sesak
dan teh pahit di ujung senja.Namun semua hanyalah angan antara angan,spbu telah menjelma membakar sawah yang dulu menanggung hidup,letih yang membayar akan panen,
kini sirna,seperti asap dan debu-debu trotoar.
lelaki tua hanya menunggu,kepastian yang kadang tak pasti.
tersenyumlah ,mungkin getir
atau tertawalah,mungkin sedikit menyapa rindu akan pipit,akan belalang sembah
Lelaki tua terpinggirkan,bersama jalanan yang berlari tak berarah
spbu hanya mematung,tak mampu berucap,pun berkata-kata........
Sabtu, 08 Juni 2013
Senin, 03 Juni 2013
LEMBAR KENANGAN
Sejumput kenangan sedari tadi kulahap lembar demi lembar
dari laci masa lalu kukeluarkan,berdebu banyak usang disana sini
menemani malam yang telah lama berkemas seiring lembayung menyeka merahnya akan gelap.
banyak cerita yang terlupa,bahkan terluka selebihnya cerita yang sama tentang pagi,tentang malam.
Baru kusadari,ternyata hitam ,putih bahkan kelabu telah berlalu,dan menyisakan berulang tanya dan jawab yang bertindih.Andai aku menyapu kembali kelu yang sempat tertahan lalu mengumpulkan serakannya sebisaku, mungkin ranting cemara yang sempat layu dipermainkan kemarau akan tertawa melanjutkan persemiannya kepada musim.
Kutarik kursi dari sepi,memungut lembaran pucat yang berserakan diatas meja; kubaca dengan lirih,selebihnya seperti mengeja hidup akan belantara memori.
detik waktu menyeret-nyeret menemani opera malam yang sedari tadi mencandaiku,ku semakin larut,pada windu keenam kutersenyum,pun dasa kelima kumengerut dahi,pada caci yang memaki ilalang kala itu.
terus tenggelam,lagi lembaran bisu,melagu rindu;entah berapa purnama telah kulepas hingga bayang ini begitu pekat mengiris malam.
mencoba menutup lembaran terakhir,sunyi
rasa berkelana,namun lelap tiba-tiba mengajakku mengitari singgasana mimpi,
mencoba menepis,namun rantainya begitu erat mengikat,
menit semakin menyeret,kututup lembar terakhir
sepi dan langgam jiwa berdansa bersama malam yang kian jumawa.
dari laci masa lalu kukeluarkan,berdebu banyak usang disana sini
menemani malam yang telah lama berkemas seiring lembayung menyeka merahnya akan gelap.
banyak cerita yang terlupa,bahkan terluka selebihnya cerita yang sama tentang pagi,tentang malam.
Baru kusadari,ternyata hitam ,putih bahkan kelabu telah berlalu,dan menyisakan berulang tanya dan jawab yang bertindih.Andai aku menyapu kembali kelu yang sempat tertahan lalu mengumpulkan serakannya sebisaku, mungkin ranting cemara yang sempat layu dipermainkan kemarau akan tertawa melanjutkan persemiannya kepada musim.
Kutarik kursi dari sepi,memungut lembaran pucat yang berserakan diatas meja; kubaca dengan lirih,selebihnya seperti mengeja hidup akan belantara memori.
detik waktu menyeret-nyeret menemani opera malam yang sedari tadi mencandaiku,ku semakin larut,pada windu keenam kutersenyum,pun dasa kelima kumengerut dahi,pada caci yang memaki ilalang kala itu.
terus tenggelam,lagi lembaran bisu,melagu rindu;entah berapa purnama telah kulepas hingga bayang ini begitu pekat mengiris malam.
mencoba menutup lembaran terakhir,sunyi
rasa berkelana,namun lelap tiba-tiba mengajakku mengitari singgasana mimpi,
mencoba menepis,namun rantainya begitu erat mengikat,
menit semakin menyeret,kututup lembar terakhir
sepi dan langgam jiwa berdansa bersama malam yang kian jumawa.
Minggu, 02 Juni 2013
AKU PULANG
Telah beratus purnama kusimpan,
dan beratus pagi kusingsingkan,
hingga cermin ini begitu kencang berdegup,
jantungku tersenyum,seikat tawa melagukan melodi merdu sesaat lalu.
Aku pulang,membawa sekuntum mawar yang merekah dipenghujung embun tadi pagi.
kubawa tawa dalam dekapan,aku pulang hingga rindu ini jadi sempurna.
selintas bayang yang mengendap-endap di telaga mata kubawa serta,
tunggu aku di muka pintu,cumbulah hinnga jemu sebab aku membawa surga untukmu.
dan beratus pagi kusingsingkan,
hingga cermin ini begitu kencang berdegup,
jantungku tersenyum,seikat tawa melagukan melodi merdu sesaat lalu.
Aku pulang,membawa sekuntum mawar yang merekah dipenghujung embun tadi pagi.
kubawa tawa dalam dekapan,aku pulang hingga rindu ini jadi sempurna.
selintas bayang yang mengendap-endap di telaga mata kubawa serta,
tunggu aku di muka pintu,cumbulah hinnga jemu sebab aku membawa surga untukmu.
Langganan:
Postingan (Atom)