Kamis, 29 September 2016

Diperkosa Batman





Kau selalu menganggap bahwa apa pun yang terjadi di dalam mimpi tidurmu adalah memiliki arti. Berulang kali kau menanyakannya kepadaku seolah aku ini adalah dukun segala tahu atau yang lebih parah, kau seakan menganggapku buku primbon: yang selalu memiliki arti dari semua mimpi yang terjadi di dalam tidur semua umat manusia di bumi ini. Ini sangat menjengkelkan.

Malam ini. Atau tepatnya tengah malam kau membuatku begitu berang. Bagaimana tidak, kau tiba-tiba menangis sekencang-kencangnya seolah sesuatu terjadi begitu parah dan membuatmu sangat terluka. Aku sudah bisa menebak bahwa kau mimpi buruk lagi, seperti yang sudah-sudah. Perkiraanku ternyata benar. Kau mimpi lagi. Mimpi yang sangat buruk.

Kalau kuhitung-hitung, ini mimpi ke seratus dua puluh tiga hari setelah aku menikahinya. Dan, ini pun adalah hari ke seratus dua puluh tiga pernikahanku. Ini artinya, kau tidak pernah absen bermimpi di malam-malam kebersamaan kita. Dan, kau selalu saja menuntut jawaban atas arti dari mimpi yang kau alami. Ini sangat menjengkelkan. Bukankah tidak semua mimpi memiliki arti yang spesifik. Bukankah mimpi adalah bunga tidur. Kalau semua mimpi ada artinya, berarti kita seolah terus diberi tahu akan apa yang akan terjadi di depan kita. Kita tidak bisa memprediksi apa yang akan terjadi satu menit yang akan datang. Itu sepenuhnya hanya rahasia Tuhan. Kau harus mengerti itu.

Kau terisak. Mau tidak mau aku terbangun. Padahal baru dua jam aku tertidur setelah kelelahan menyelesaikan pekerjaan yang menumpuk.

"Dipatuk ular lagi?"
"Dikejar ajak lagi?"
"Bertemu macan betina lagi?"

Aku dengan sedikit kesal menanyakan mimpi-mimpi yang pernah diutarakannya. Kau hanya menggeleng tanpa ekspresi. Sama sekali tidak terpengaruh atas kekesalanku.

"Bukan itu," katamu seraya menatapku dengan bola mata yang masih mengembun. "Aku dikejar-kejar Batman, ia membawaku ke sebuah tempat setelah mendapatkanku. Dan... Ia memperkosaku dengan begitu tidak sopan."

Halaaah! Betapa brengseknya si Batman itu. Dalam hati aku tertawa, lagi-lagi mimpi yang biasa. Bukankah dalam mimpi semua hal bisa terjadi, bahkan, aku pernah bersenggama dengan Wonder Woman, dan itu tidak berarti apa-apa.

Aku sangat kesal--walau dalam hati sedikit tertawa atas mimpi guyon istriku ini. Kenapa ini terjadi?

"Dan kau akan bertanya apa artinya, bukan?"

Kau mengangguk seolah itu adalah hal yang biasa. "Aku tidak tahu. Mungkin Batman lagi menginginkanmu menjadi istrinya," jawabku setengah bercanda.

"Benarkah?" Kau menganggapnya serius. Betapa lugunya kau ini. Batman itu hanya fiktif, kau menganggapnya seolah ada. Kau masih terlalu kekanak-kanakan sepertinya.

Aku mengangguk, antara kesal, marah, dan lucu atas kekonyolan yang kau lakukan. Lagi-lagi ini menyebalkan.

Malam ini berlalu dengan aku yang tidak bisa memejamkan mata, seperti hari-hari sebelumnya. Kau malah begitu tenangnya tidur kembali seolah tidak terjadi apa-apa.

"Dasar Batman betina!" makiku dalam hati.


Esoknya kau bangun pagi-pagi. Hal pertama yang kau lakukan adalah mendatangi ibumu, ayahmu, dua kakakmu, hingga dua pembantumu. Kau menanyakan arti mimpi yang dialami malam tadi. Tentu saja mBatman. Kau tidak puas dengan jawaban tadi malammu.

Kau merengut sebal. Semua orang yang kau tanyai tidak ada satu pun yang memberikan jawaban. Mereka hanya menggeleng dan mengangkat kedua belah tangannya sejajar dengan muka. Kau sangat membutuhkan jawaban dari mimpi itu. Ini sangat mengganggu pikirannya seperti yang sudah-sudah.

"Tanya Robin, siapa tahu ia tahu jawabannya," rutukku sebelum berangkat kerja. Matamu berbinar terang seolah jawaban itu memuaskanmu.

"Robin temannya Batman itu?"

Aku melengos tidak menjawab. Aku tahu usiamu masih enam belas tahun, akan tetapi kedewasaanmu masih belum tumbuh padahal dalam segala hal kau sangat dewasa. Kecuali, perihal mimpi.


Cibatu, 29 September 2016

Rabu, 28 September 2016

Orbit

Bahkan, bila matamu adalah matahari
aku rela mengerang karena terpanggang
oleh sorotmu

Kau adalah orbit tata surya
menjadi dekap dalam semestaku

Garut, 28 September 2016

Jumat, 16 September 2016

Melankolia September

 Melankolia September




Aku tidak sedang mengeja musim.
Tentu saja.
Tidak sedang merapal gemuruh di tangkai gerimis.
Aku sedang merindu kehangatan.
Dari sepasang matahari yang terdampar pada matamu.

Seperti angin yang mendesir.
Rindu mencucuk tulang selayak salju musim dingin.
Menikam.
Merajam.
Mengancam.
Tak mampu kuredam.

Aku merindukan degup.
Dari denyut sepasang jantung yang saling bercerita:
perihal rekah bunga melati,
perihal rebah rumput ilalang,
perihal resah tentang kepergian.

Aku tidak sedang melafal debur ombak.
Tentu saja.
Aku tidak sedang menjaring badai yang lantak di landai pantai.
Aku sedang merindu dermaga, tempat kita kerap terdampar.
Aku menjadi suar, kau sampannya.

Seperti September.
Rindu meruya bersama hujan.
Datang tiba-tiba, menjadi genang di ruang kenang.
Riuh.
Bergemuruh.
Tanpa lenguh.
Tak disuruh.

Aku merindukan cahaya.
Dari gelap yang kautinggalkan.
Dari kisah yang kausisakan:
perihal mekar bunga kemboja,
perihal denyar perasaan,
perihal memar dada kita.


BCI, 16 September 2016

Sabtu, 03 September 2016

LAKI-LAKI LUKA


Laki-laki Luka





1/
Kita adalah sepasang luka
yang ditanak waktu
dimatangkan usia
perihal badai
perihal gelombang
adalah keteguhan sampan yang terombang-ambing
samudera hidup
: kita telah melewati banyak hal



/2
Kita adalah sepasang musim
yang bergerak dalam takdirnya masing-masing
kau musim utara
aku musim selatan
apakah kita pernah menyatu?
sekadar bertegur sapa dalam bahasa
angin, hujan-kemarau pun tidak
: kita telah saling pergi saling meninggalkan


3/
Kita adalah sayap-sayap patah
yang getas merapuh lantas lumpuh
tidak ada udara kosong tempat kita saling mengepak
oh, betapa langit luas hanyalah
kepedihan yang abai diarungi
: kita terluka dalam sayap keterasingan


/4
Kita sepasang luka
perempuan luka
laki-laki luka
perihal lalu
perihal ingatan
perihal kenangan yang terserak
Adakah kita pernah saling mengingat?
sekadar menjemput kenang untuk dikembalikan musim


/5
Cermin kita telah pecah, Sayang
luka kita: sama
berdarah
lambat mengering


Tasik Malaya, 02 September 2016