Membaca tubuhmu, adalah menderas segala kisah kehidupan yang dibukukan waktu di matamu, dituliskan masa di dadamu. Aku melafal segala kemungkinan yang sudah lama jatuh dalam paragraf-paragraf usang bahasa riwayat.
Serupa prolog yang membuka percakapan tentang pertemuan, seperti itulah cerita mengalir dalam bahasanya sendiri. Tidak perlu jeda, tidak perlu tanda baca.
Kisahmu masih sama saja. Memburam dan hampir saja pudar, seumpama epilog yang menggantung dan tidak mengakhiri cerita apa pun (aku hanya figuran konyol yang lewat begitu saja tanpa sedikit pun berkuasa atas dialog yang seharusnya tertuju padamu: sang tokoh utama).
Kisah yang menunggu untuk segera diakhiri. Lewat segala ending yang mau tidak mau harus ditulistuntaskan.
Buni Nagara - Tasik Malaya, 13 Januari 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar