Rabu, 18 Desember 2013

PUISI-PUISI


                    MY POEM MY MIND
      Hanya lewat sajak kumengerti bahagia.
      Hanya lewat sajak pun kumengerti kecewa.
      Tak banyak kata yang bisa kuungkap lewat lisan,
      selebihnya berjatuhan membaur bersama debu.
      Kalam ini kekasih,setia memapahku bergerilya berkali-kali,
      kertas ini sahabat,menyentuh tiap lemahku berulang-ulang.
      Lewat sajak kumentertawakan canda,
      menangisi kecewa.
      Kata demi kata mengalun indah
      symphoni hati,orkestra jiwa.
      Lewat sajak ini kupahami hidup,
      seperti bilangan windu,
      kalam ini menjalani takdir.
      Lewat sajak ku dihargai,sajak ini,jiwa.

       MELAUT

      Sauh telah kutambatkan
      dan layar mulai dipermainkan angin
      canda camar merangkai gelombang hingga buih.
      Aku berangkat,jala telah kulipat
      menyongsong biduk yang telah lama mencakar samudera
      sementara rindu padamu kuikat pada haluan.
      Capingku kubiarkan mengering dicandai surya
      demi buritan dan demi kemudi kurela melukis hari pada lautan,dermaga.
      Pada karang yang begitu kokoh berdiri kugantungkan hasrat
      dan demi kelasi yang merangkulku kumainkan gelora.
      Kekasih,demi kau kucumbui badai
      kukecup lautan pekat,hingga awannya menghiba tergerai.
      Kekasih,tunggulah pantai elokmu pada hari
      sebab aku pulang,membawa cerita dan juga ikan pari.
      titipkan pada udang atau bila perlu pada kerang.     
      Kekasih,kemas senyummu sampai aku pulang

                    SISA SEMALAM

      Semalam lalu aku membayangkan hujan,
      Menepikan gerimis pada pucuk jendela kamar ini,
      Ada senyuman masih terdengar sayup pada seberang telaga,
      Hingga butiran cinta tersisa pada riaknya.
      Sisa semalam menyekat bait demi bait puisi jiwa,
      Tentang langgam dan tarian rindu,juga tawa,
      Sisa semalam masih melafalkan lembar demi lembar rambutmu,
      Hingga gerainya meninggalkan candu.
      Dan itu memaksa malam memperpanjang abdinya,
      Hingga purnama hanyalah sepenggal tangan tanpa tanya,
      Asmara ini mengalirkan rasa yang sempat tenggelam,
      Hingga menyibak sedikit kelam
.
                    SEBELUM KAMI PERGI

      Hei,kamu…
      Kemari..
      Pecahkan semua isi nalarmu pada kami.
      Tuangkan ketidak tahuanmu,pada tembok kosong,pada lantai gosong,pada langit-langit bohong..
      Katakan semuanya
      mumpung kami masih disini.
      Jangan memaki,
      apalagi mencerca kami,dibelakang.
      Luapkan semuanya
      pada kursi yang kau patahkan tadi malam,
      pada gelas yang kau pecahkan malam tadi.
      Cepatlah teriak,
      sebelum kami menjerit..
      segeralah mengaduh..
      karena kami tak cepat kembali.
      Ayo…
      bunuhlah menit,
      mungkin ku tak kembali.
      lalu cabiklah waktu,
      tikamlah detik.

Tidak ada komentar: