TELAGA SUNYI
Tiba-tiba
tegunku
membelah gemericik,
pada telaga
sunyi di balik awan yang memerah
.
Ada rindu yang
tertahan,
kala kata manismu mengguyurkan bening airmu,
dan aku terbang
menyapa angin yang tiba-tiba merangkulku
.
Dan itu setahun
lalu,
setahun kau
warnai bahagia pada pada bunga di taman hati.
telaga sunyi
ini,
masih mengemas
rekah bibirmu,
mengeja
rambutmu,lembar demi lembar.
Dan aku menari
bersama rumput dan cipratan air pada parasmu,
pada cermin ronamu di atas riak
telaga
.
Itu setahun
lalu,
bayangmu hanya
mimpi di atas mimpi,kini
.
Kau hilang,pudar
seperti saputangan jingga yang kau tinggal.
Kabarmu,
hanya rintihan
elang,
ditengah telaga
sunyi,
bisu,membunuh
gemericik riak teriakmu.
LUKA
Malam telah lama
berkemas.
Chandra pun
telah beranjak,menyisakan pucat pada pasimu.
Dan aku masih
disini,memungut satu demi satu perih yang kau tinggalkan.
Seperti enggan,
langit
memerahkan pucuk enau,perlahan.
Aku masih
disini,merangkai kembali jalinan cerita yang kau patahkan,semalam.
Mengapa seangkuh
itu,
Adakah jengkal
demi jengkal maaf kan kau tinggal?
sedang sepatah
kata pun kau ikat erat-erat.
Semarah itukah
kau mengadiliku?
tanpa pun
pembelaanku.
Aku terluka,
dan aku kulum
dalam-dalam.
Pada kecewa yang
mengaduk jiwaku,tadi malam kubagikan keluh ini.
IZINKAN AKU MASUK BUI
Aku pembunuh,
banyak malam
yang telah kutikam,
pada jasad mereka kutinggalkan lara,
pada nyawa
mereka kukoyak hidup,
pada titik nadir penyesalan .
Berapa ratus air
mata kutinggalkan,pada muka keluarga mereka.
Dan aku bangga,
Akulah durjana.
Akulah pemabuk,
Pada botol-botol
bir yang membaui pekat malam,ku kebiri mimpiku.
Pada titian
langkah yang terbelenggu kupatahkan cita,asa.
Aku dipeluk
luka.
Dan aku dikecup
kecewa.
Akulah
pemerkosa,
Kurampas madu anakmu,
kubiarkan mereka
mendesah,
biarkan menit
membakarnya perlahan,
lalu
mengaduh,tergaduh,dan terbunuh.
Biar mereka
dicaci,
lalu dimaki.
Izinkan aku
masuk bui,
ingin kubasuh
noda ini,noktah pekat pada jelaga hati.
Izinkan aku
masuk bui,
ingin kutebus
jiwa-jiwa mereka,atma tercabik yang rindu elegi.
Izinkan aku
masuk bui,
Aku hina,
dan aku fana,
aku terbuang,
dan aku gamang.
SEBATANG KARA
Bila suatu hari
nanti ajal memelukku,
kuburkan aku jika kau mau,tidak pun tak apa…
Kuburkan aku
dimanapun kau suka,
pada lembah
berbatu
ngarai berduri,
atau bukit
sembilu pun tak mengapa
.
Atau biarkan
jasadku membatu ditelan badai
berdebu diusap
angin,
biarkan,biarkan
rumput nisannya,
ilalang
pusaranya dan bunga bakung kembojanya.
Aku tahu,bumiku
tak tersekat,
tak terberai…..
jika aku mati
nanti,
jangan kabarkan
wartaku pada siapa pun,
pada ibuku,
jangan,karena
aku tak tahu ibuku,
Rohimah,Halimah,Hasanah……bukan,bukan dia.
Rahmah,Eliza,Novia….bukan,apalagi dia.
Ibuku adalah
rintihan laparku,
ratapan peluhku,
dingin malam dan
dekapan hujan.
Jangan wartakan
juga pada bapakku,
Aku tak kenal,
Sapto,Hartono,Suroso……bukan mereka,
Alfred,Robin,Adam…….apalagi mereka.
Bapakku adalah Koran bekas,
kardus mie,dan
trotoar.
Bapakku adalah
debu jalanan,abu trotoar,dan asap knalpot.
Jika aku telah
dijemput Tuhan,
jangan bagi
warisanku,karena aku tak punya.
Tanahku
lapangan,
rumahku
belantara kota,
hartaku,emper
toko.
Jika aku mati,
jangan kenang,
aku bukan
siapa-siapa,
bukan apa-apa.
Aku hanyalah
sebatang kara,
tanpa sahabat
pun saudara.
JANJI HATI
Dinda,
lewat sepenggal
puisi indah yang tercipta tadi malam
kucurahkan rasa
ini,menjadi bait-bait luhung,
yang kuukir
dengan tetesan bintang,
kusampaikan
sayang ini.
Walau waktu akan
mengiris kita pelan-pelan,kita akan tetap menyatu.
……itu janjiku.
Lewat tatapan
purnama yang menjadikan terang adalah lukisan,
kutitipkan
penyesalan ini.
Tentang lukamu
padaku,tentang tak percayamu padaku.
Aku akan
membawamu terbang ke langit,
mencandai
gerimis
mencumbui
pelangi
itulah janjiku
padamu.
Lewat tulisan
pada lembaran biru hatimu,
kugoreskan cinta
ini,
untukmu tanpa
harus kau hapus.
Rindu padamu
adalah keagungan,
dan sayang
padamu adalah kewajiban,
kuserahkan
nirwana ini beserta taman surgawi.
……itulah janjiku
padamu.