CANDI CANGKUANG
Oleh: Utep Sutiana
Terletak di Kampung Pulo, Kecamatan Leles,
Garut, candi ini merupakan bangunan candi Hindu satu-satunya yang terdapat di
Jawa Barat. Menurut beberapa sumber, candi ini pertama kali ditemukan pada
tahun 1966 oleh tim peneliti Harsoyo dan Ika Tjandrasasmita.
Nama Candi Cangkuang sendiri, diambil dari
nama sebuah tanaman dari spesies pandan-pandanan yang banyak tumbuh di sekitar
tempat berdirinya candi. Tanaman ini, sepintas bila diperhatikan, lebih
menyerupai pohon nanas, dengan banyak duri di sisi daunnya yang memanjang.
Hanya dibutuhkan kurang lebih satu jam
perjalanan dari pusat kota Garut ke sebelah utara, untuk sampai di tempat
tujuan. Untuk mencapai tempat tujuan sendiri, lebih baik menggunakan kendaraan
pribadi, hanya ada delman dan ojek untuk akses menuju ke sana. Harga tiket
masuknya sendiri tidaklah mahal, hanya lima ribu rupiah untuk satu orang.
Pemandangan yang disajikan lumayan indah, candinya sendiri terletak di tengah
sebuah pulau yang dikelilingi danau—orang setempat menyebutnya Situ Cangkuang. Untuk
sampai di bangunan candi, pengunjung harus menyeberangi situ dengan menggunakan
rakit yang telah tersedia. Ada dua pilihan untuk menggunakan jasa rakit ini.
Regular dan sewa. Untuk regular kita cukup membayar hanya lima ribu rupiah,
dengan catatan menunggu rakitnya penuh, dan ini berlaku pulang pergi. Artinya
kita harus menggunakan rakit yang sama ketika berangkat dan pulangnya. Sedangkan
untuk sewa, sekitar tiga puluh ribu rupiah satu rakit. Hanya dibutuhkan lima
belas menit untuk menyeberangi situ yang jaraknya sekitar 200 meter ini.
Sesampainya di sana. Kita akan disuguhi
pemandangan yang hijau, lumayan bisa memanjakan mata. Pohon-pohon tinggi yang
sudah berumur tua, berdiri di kanan kiri candi. Untuk menuju ke bangunan candi,
kita akan menelusuri rute jalan yang telah tersedia. Di beberapa titik, lapak
para penjual souvenir berderet. Macam-macam barang yang dijual, dari mulai
pakaian, aksesoris, hingga replika domba Garut dalam ukuran mini. Dan hampir
keseluruhan souvenir ini adalah buatan tangan para pengrajin.
Sebelum memasuki pintu gerbang masuk
candi, kita akan terlebih dahulu melalui kampung adat Pulo, kampung
tradisional. Banyak hal unik yang bisa ditemui di sini. Terdapat enam buah
rumah adat dengan kontruksi bangunan panggung. Satu buah mesjid, juga panggung.
Setiap bangunan didiami oleh seorang kepala keluarga—yang merupakan ketrurunan
Embah Dalem Arief Muhammad, leluhur mereka--dan bukan seorang laki-laki,
melainkan perempuan, yang kepemilikan bangunannya harus turun-temurun mengikuti garis keturunan perempuan. Hal unik
lainnya adalah: bila ada pertambahan keluarga sebab pernikahan, maka salah satu
keluaga harus pindah, tidak boleh memelihara hewan ternak berkaki empat, juga
sangat dilarang untuk membunyikan gong.
Setelah melewati pintu masuk, kita akan
melalui jalanan menanjak untuk sampai di bangunan candi. Terletak di puncak
bukit, bangunan candi ini berbentuk dasar segi empat, panjang dan lebarnya
diperkirakan 5 meteran dengan ketinggian 9 meteran. Bentuknya sendiri, tidak
jauh berbeda dengan candi-candi Hindu pada umumnya. Menghadap ke arah timur,
dengan sebuah tangga yang menuju ke sebuah pintu masuk. Tak ada relief atau
pahatan lainnya, hanya berupa dinding batu polos tanpa ornamen apapun. Menurut
beberapa sumber, bangunan candi ini sendiri, bukan bangunan candi sebenarnya,
sebab ketika ditemukan, bangunan candi ini tersisa hanya 40%-nya saja,
selebihnya hanya berupa puing-puing. Di bagian tengah candi, terdapat patung
Dewa Siwa yang tengah duduk di atas lembu, dengan sebelah kakinya terlipat.
Selain bangunan candi, di atas lahan
seluas 16 ha ini juga terdapat beberapa bangunan. Bersebelahan dengan candi,
bangunan makam kuno berdiri. Makam ini sendiri adalah makam dari Embah Dalem
Arief Muhammad, sebagai leluhur sekaligus pemuka agama Islam di tempat
tersebut. Berseberangan dengan makam kuno, terdapat sebuah museum. Salah satu
koleksi di dalamnya adalah sebuah Al Quran yang terbuat dari kulit kayu, sedang
lainnya adalah benda-benda peninggalan Mbah Dalem Arief Muhammad.


