Rabu, 08 Oktober 2014

Cangkuang


                                                                                      CANDI CANGKUANG
                                                                                      Oleh: Utep Sutiana

     Terletak di Kampung Pulo, Kecamatan Leles, Garut, candi ini merupakan bangunan candi Hindu satu-satunya yang terdapat di Jawa Barat. Menurut beberapa sumber, candi ini pertama kali ditemukan pada tahun 1966 oleh tim peneliti Harsoyo dan Ika Tjandrasasmita.
     Nama Candi Cangkuang sendiri, diambil dari nama sebuah tanaman dari spesies pandan-pandanan yang banyak tumbuh di sekitar tempat berdirinya candi. Tanaman ini, sepintas bila diperhatikan, lebih menyerupai pohon nanas, dengan banyak duri di sisi daunnya yang memanjang.
     Hanya dibutuhkan kurang lebih satu jam perjalanan dari pusat kota Garut ke sebelah utara, untuk sampai di tempat tujuan. Untuk mencapai tempat tujuan sendiri, lebih baik menggunakan kendaraan pribadi, hanya ada delman dan ojek untuk akses menuju ke sana. Harga tiket masuknya sendiri tidaklah mahal, hanya lima ribu rupiah untuk satu orang. Pemandangan yang disajikan lumayan indah, candinya sendiri terletak di tengah sebuah pulau yang dikelilingi danau—orang setempat menyebutnya Situ Cangkuang. Untuk sampai di bangunan candi, pengunjung harus menyeberangi situ dengan menggunakan rakit yang telah tersedia. Ada dua pilihan untuk menggunakan jasa rakit ini. Regular dan sewa. Untuk regular kita cukup membayar hanya lima ribu rupiah, dengan catatan menunggu rakitnya penuh, dan ini berlaku pulang pergi. Artinya kita harus menggunakan rakit yang sama ketika berangkat dan pulangnya. Sedangkan untuk sewa, sekitar tiga puluh ribu rupiah satu rakit. Hanya dibutuhkan lima belas menit untuk menyeberangi situ yang jaraknya sekitar 200 meter ini.
     Sesampainya di sana. Kita akan disuguhi pemandangan yang hijau, lumayan bisa memanjakan mata. Pohon-pohon tinggi yang sudah berumur tua, berdiri di kanan kiri candi. Untuk menuju ke bangunan candi, kita akan menelusuri rute jalan yang telah tersedia. Di beberapa titik, lapak para penjual souvenir berderet. Macam-macam barang yang dijual, dari mulai pakaian, aksesoris, hingga replika domba Garut dalam ukuran mini. Dan hampir keseluruhan souvenir ini adalah buatan tangan para pengrajin.
     Sebelum memasuki pintu gerbang masuk candi, kita akan terlebih dahulu melalui kampung adat Pulo, kampung tradisional. Banyak hal unik yang bisa ditemui di sini. Terdapat enam buah rumah adat dengan kontruksi bangunan panggung. Satu buah mesjid, juga panggung. Setiap bangunan didiami oleh seorang kepala keluarga—yang merupakan ketrurunan Embah Dalem Arief Muhammad, leluhur mereka--dan bukan seorang laki-laki, melainkan perempuan, yang kepemilikan bangunannya harus turun-temurun  mengikuti garis keturunan perempuan. Hal unik lainnya adalah: bila ada pertambahan keluarga sebab pernikahan, maka salah satu keluaga harus pindah, tidak boleh memelihara hewan ternak berkaki empat, juga sangat dilarang untuk membunyikan gong.
     Setelah melewati pintu masuk, kita akan melalui jalanan menanjak untuk sampai di bangunan candi. Terletak di puncak bukit, bangunan candi ini berbentuk dasar segi empat, panjang dan lebarnya diperkirakan 5 meteran dengan ketinggian 9 meteran. Bentuknya sendiri, tidak jauh berbeda dengan candi-candi Hindu pada umumnya. Menghadap ke arah timur, dengan sebuah tangga yang menuju ke sebuah pintu masuk. Tak ada relief atau pahatan lainnya, hanya berupa dinding batu polos tanpa ornamen apapun. Menurut beberapa sumber, bangunan candi ini sendiri, bukan bangunan candi sebenarnya, sebab ketika ditemukan, bangunan candi ini tersisa hanya 40%-nya saja, selebihnya hanya berupa puing-puing. Di bagian tengah candi, terdapat patung Dewa Siwa yang tengah duduk di atas lembu, dengan sebelah kakinya terlipat.
     Selain bangunan candi, di atas lahan seluas 16 ha ini juga terdapat beberapa bangunan. Bersebelahan dengan candi, bangunan makam kuno berdiri. Makam ini sendiri adalah makam dari Embah Dalem Arief Muhammad, sebagai leluhur sekaligus pemuka agama Islam di tempat tersebut. Berseberangan dengan makam kuno, terdapat sebuah museum. Salah satu koleksi di dalamnya adalah sebuah Al Quran yang terbuat dari kulit kayu, sedang lainnya adalah benda-benda peninggalan Mbah Dalem Arief Muhammad.
10270810_1437846076485102_8573642017006915814_n.jpg

10420295_1437854813150895_686586526785382128_n.jpg
10482593_1437846016485108_4354026410715252679_n.jpg